BEAUTIFUL
TROUBLESOME
Dan aku tersesat di dalam hatiku
Aku terpaku diantara salju yang dingin
Berdiri diantara guguran kelopak bunga sakura
Indah nan wangi
Tanpa arah, hanya putih berebut dengan merah muda-nya sakura
Dan aku menggigil dalam kepungan rasa
Andai saja kutahu arah itu
Maka aku akan berlari menjauh dan menjauh
•••
Sunyi.
Hanya terdengar suara
gerimis yang menerobos melalui celah-celah jendela. Di dalam kamar yang cukup
besar ini, Cinta, gadis berdarah Jogja yang mungil ini sedang asyik mengetik di
depan laptop-nya. Konsentrasinya terhenti saat mendengar handphone-nya berbunyi.
“Fotonya mana dek?”
Cinta tertegun membaca
pesan singkat di handphone-nya
tersebut. “Ya Allah, kenapa selalu dia? Padahal aku sudah tak ingin
mengingatnya lagi.” Bisik Cinta dalam hati.
Cinta terdiam sambil
memandangi deretan huruf di layar handphone-nya.
Hari ini, tujuh tahun lebih sejak Cinta beranjak dari masa SMA. Begitu banyak
hal yang telah dilalui setelah masa itu. Sekian banyak perubahan yang telah ia
alami. Tapi entah kenapa bayangan lelaki itu masih saja menghantuinya. Meski
selalu saja ada lelaki lain yang hampir menggantikannya tapi selalu saja Cinta
kembali padanya. Pengirim pesan singkat itu. Lelaki berwajah oriental itu.
Cinta melihat ke arah
jendela kamarnya dan menatap gerimis yang semakin mengingatkannya pada lelaki
berwajah oriental itu. Hampir delapan tahun yang lalu, tepatnya tahun 2007 saat
ia masih kelas XII SMA.
Awalnya saat Cinta
memasuki kelas XII semua berjalan seperti biasa, sampai suatu hari ia mulai
memperhatikan seorang teman lelakinya keturunan Cina. Anthoni namanya. Lelaki berwajah
oriental dan berkulit putih itu terlihat begitu berbeda dengan teman-teman
lelakinya yang lain. Tidak hanya dari fisiknya saja, tapi dari kecerdasan dan
sikapnya yang dewasa dan cenderung pendiam. Entah berawal dari mana, tiba-tiba
rasa itu hadir seperti kelopak bunga sakura yang berguguran begitu kencang
tertiup hembusan angin di musim gugur. Sejak saat itulah Cinta seperti memiliki
semangat baru yang luar biasa untuk datang lebih awal ke sekolah dan
menghabiskan waktu siangnya di sana.
•••
Bel tanda berakhirnya
pelajaran berbunyi mengalahkan suara derai hujan yang mulai mereda. Beberapa
siswa mulai keluar meninggalkan kelas semantara Cinta masih saja mengamati keluar
jendela tanpa beranjak sedikit pun dari tempat duduknya.
“Nih novelnya.” Citra,
salah satu sahabat dekat Cinta, menyodorkan sebuah buku padanya.
“Heh.” Cinta tersadar
dari lamunan.
“Ngelamunin siapa? Oh,
Anthoni ya? Chieee yang akhirnya dapet satu kelompok praktikum sama Anthoni.”
Cinta hanya tersenyum tanpa
menjawab pertanyaan sahabatnya sambil melirik ke arah seseorang yang sedang
berdiri di dekat pintu kelas. “Lusa Anthoni ulang tahun. Ngado apa nggak ya gue?”
Tanya Cinta iseng.
“Oya? Anthoni?”
Cinta menjawab dengan
anggukan.
“Dan lo tahu ya hampir
semua hal tentang dia? Gila.” Lanjut Citra sambil tertawa.
Cinta tersenyum. Tanpa
banyak bicara ia merapikan baju dan jilbabnya agar terlihat rapi saat di depan
Anthoni. Cinta mendekati Anthoni dan memberikan sebuah buku padanya.
“Hey. Oya, semua
catatan materi, bahan dan alat buat prakter besok ada di sini ya.”
“Ok. Insyaallah besok
disiapin deh bahannya.” Jawab Anthoni singkat kemudian berlalu.
“Pulang yuk.” Ajak
Citra.
“Lo duluan aja deh, gue
mau cari ke toko buku dulu.”
“Oya? Ada tugas bikin
resensi novel lagi? Atau ada lomba nulis cerpen lagi?”
“Nggak sih, cariin buku
buat dia.” Cinta melirik kearah Anthoni yang terlihat semakin menjauh. “Dah
Ncit.” Cinta berlari meninggalkan Citra. Hari ini Cinta seperti mendapat energi
yang luar biasa saat akhirnya Bu Mia, guru biologi mereka membagi kelas menjadi
beberapa kelompok praktikum dan Cinta mendapat kelompok yang sama dengan Anthoni.
Cinta merasa sangat senang saat bisa berada di dekat Anthoni meski hanya sesaat
saja. Melihat senyumnya yang teduh Cinta bahkan tak merasakan dinginnya air
hujan saat ia harus berlari menembusnya menuju sebuah toko buku. Disanalah Cinta membelikan sebuah Al-Qur’an kecil
berwarna silver untuk Anthoni.
•••
Cinta melihat Anthoni
berada begitu dekat dengannya. Dekat sekali, seakan Cinta bisa mendengar detak
jantungnya. Cinta bisa melihat jelas setiap garis wajah Anthoni. Dengan koko
putih seperti ini Anthoni terlihat semakin menarik. Cinta merasakan pipinya
mulai memerah dan memanas seiring dengan detak jantungnya yang semakin cepat.
Suasana seperti ini membuat perasaannya menjadi kacau. Dan tiba-tiba Anthoni
mendekat, semakin mendekat dan memegang keningnya.
Cinta tersentak.
“Astaghfirullah, ternyata cuma mimpi. Ah, kening gue. Kenapa dia megang kening
gue? Rasanya benar-benar seperti nyata.” Cinta terbangun dan memegang keningnya.
Cinta duduk dan mengambil Al-Qur’an yang telah terbungkus rapi di atas meja
kamar. “Benar-benar seperti nyata. Rasanya seperti getaran aneh saat Anthoni
memegang kening gue.” Cinta hanya tersenyum dan membayangkan jika saja hal itu
benar-benar terjadi dan bukan sekedar mimpi. Seandainya suatu saat nanti ia
bisa benar-benar berada sedekat ini dengan Anthoni.
•••
Paginya, tepat tanggal 4
Januari 2007 Cinta datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. Baru saja ia
akan memasuki ruang kelas, tapi langkah kakinya terhenti saat mendengar kedua
sahabatnya, Citra dan Nanda yang sedang berbicara di bangku mereka.
“Anthoni ultah lho Nan.
Cinta kemarin beliin buku buat dia. Lo ngasih apa?” Tanya Citra pada Nanda yang
sedang asyik dengan bukunya.
Nanda tersenyum. “Aku
mencintai Anthoni lebih dari apa pun. Tapi aku nggak butuh barang atau kado
untuk kuberikan padanya dihari ini, karna bahkan sehabis sholatku aku selalu
memberinya doa. Dan itu adalah kado terindah yang aku berikan padanya setiap
hari.” Ucap Nanda santai.
“Bahasa lo tinggi ya.”
Sindir Citra sambil tertawa.
Mendangar pernyataan
itu Cinta tak bisa berkutik. Ia hanya bisa terdiam dibalik pintu. Cinta
tersadar bahwa ia masih berada di segitiga itu. Segitiga semu antara dirinya,
Anthoni dan Nanda, sahabatnya. Jika saja Nanda tahu bahwa ia pun bahkan merasakan
yang sama dengan Nanda. Ia mencintai Anthoni melebihi apa pun. Tapi selalu ia ingat
bahwa Nanda adalah sahabat baiknya dan ia tak seharusnya seperti ini karna
Nanda adalah sahabat yang luar biasa. Sangat luar biasa. Sahabat terbaik dan
terdewasa yang ia miliki.
Cinta berbalik arah dan
berjalan menjauhi kelasnya. Langkahnya terhenti saat melihat salah seorang
teman rohisnya. Tanpa banyak bicara Cinta memberikan kadonya pada temannya
tersebut.
“Lho? Apa ini Ta?”
Tanyanya heran.
“Udah ambil aja. Taruh
aja di mushola sekolah.” Jawab Cinta sambil berlalu pergi.
•••
Siang harinya Cinta
sengaja menghindari semua orang. Nanda, Citra bahkan Anthoni. Ia hanya sedang
ingin berfikir dan berusaha untuk tidak seegois itu. Ia berfikir bahwa Nanda
adalah sahabanya dan ia tahu bahwa Nanda pun mencintai cowok yang sama
dengannya dan Nanda tetaplah Nanda sahabat terbaiknya. Cinta mengeluarkan
sebuah novel dari tasnya dan mulai membaca.
“Cinta.”
Cinta tersentak dan
menoleh pada suara itu. “Anthoni?” Cinta terkejut melihat Anthoni yang tiba-tiba
berada di samping mejanya.
Anthoni tersenyum.
Matanya yang sipit terlihat semakin sipit, tapi bagi Cinta tetap saja ini
senyum yang meneduhkan.
“Ada apa?” Tanya Cinta
gugup.
“Terimakasih ya buat
kadonya.” Tanpa berkata-kata lagi Anthoni langsung pergi begitu saja menuju
mejanya.
“Kado? Bukannya uda gue
kasih si Andin. Ah, anak itu. Jangan-jangan Andin ngasih ke dia. Tapi mana
mungkin? Atau…” Pikiran Cinta mulai kacau. Antara bingung, senang, malu dan
bersalah. Ya, bersalah. Ia merasa bersalah dengan Nanda, sahabatnya, karena
kado itu akhirnya sampai juga di tangan Anthoni. Tapi ia begitu penasaran,
siapa yang memberikan kado itu kepada Anthoni? Sedangkan tak ada yang tahu
tentang perasaannya kepada Anthoni, kecuali kedua sahabatnya, Nanda dan Citra.
Cinta kembali merasakan
pipinya yang mulai memerah dan memanas. Detak jantungnya seolah mengalahkan
deru langkah kaki Anthoni yang menjauh. Cuma satu yang ingin ia tahu saat itu.
Siapa yang memberikan kado itu kepadanya. Perasaan Cinta semakin kacau saat
Anthoni kembali menghampiri mejanya. “Oh God, untuk kali ini aku nggak ingin
dia kesini.” Gumamnya dalam hati.
“Ta, ini bahan buat
praktikum kelompok biologi kita lusa ya. Bilang aja kalau ada yang kurang nanti
kita cari barengan.”
Cinta mengambil
beberapa bahan praktikum dari tangannya dan ia melihat ada luka yang sama di
jari tangan Anthoni, sama seperti luka yang sedang ada di jarinya. Cinta merasa
bahwa ini seperti terencana dengan baik olehNYA. Cinta tak tahu apa yang harus
ia lakukan saat itu. Ia begitu bahagia dengan hal itu, dengan percakapan itu dan
dengan luka yang sama. Tapi semuanya harus memudar saat ia sadar bahwa Nanda
mungkin saja ingin merasakan hal ini.
•••
Siang ini di ruang
perpustakaan Cinta menemani Citra mencari buku-buku Kimia. Sambil menunggu
sahabatnya tersebut, ia menulis sesuatu di bukunya.
Dan aku tersesat di dalam hatiku
Aku terpaku diantara salju yang
dingin
Berdiri diantara guguran kelopak bunga
sakura
Indah nan wangi
Tanpa arah, hanya putih berebut dengan
merah muda-nya sakura
Dan aku menggigil dalam kepungan
rasa
Andai saja kutahu arah itu
Maka aku akan berlari menjauh dan
menjauh
Cinta sadar bahwa
perasaan bimbang itu semakin hari semakin pandai menjajahnya. Beradu dengan
perasaan cintanya pada Anthoni, lelaki berwajah oriental yang akhir-akhir ini
perlahan mulai menjadi kian berarti dalam hidupnya.
“Gue jahat ya?” Tanya Cinta
pada Citra, begitu sahabatnya itu datang dan duduk di sampingnya.
“Lo ngomong apa sih?”
Tanya Citra heran.
“Perasaan gue kacau.”
“Kenapa?” Tanya Citra
semakin penasaran.
“Nggak seharusnya gue
menjaga perasaan gue ke Anthoni sampai sehebat ini. Nggak seharusnya gue egois
dan menyakiti Nanda.”
“I miss you.” Tiba-tiba
Nanda merangkul bahu Citra dan Cinta.
“Nanda?” Cinta menoleh
heran pada Nanda yang tiba-tiba datang.
“Cinta itu anugerah. Ia
datang untuk dijaga, bukan untuk dibunuh. Dan bahkan ia datang dengan spontan,
tanpa rencana. Dan ia tak pernah memberimu kesempatan untuk memilih. Tak ada
satu pun diantara kita yang pantas untuk dipersalahkan dengan perasaan ini.
Jaga ia, rawat ia. Dan persahabatan kita akan tetap abadi.”
Sungguh. Pernyataan itu
tak pernah dapat Cinta lupakan. Sebuah perasaan serta cerita cinta dan
persahabatan yang sangat unik. Cinta yang begitu hebat dan indah, meski ia tak
pernah terungkap. Persahabatan yang kuat meski banyak hal yang pernah terjadi
diantara mereka. Hari-hari setelah itu pun berlalu dengan penuh warna.
Warna-warna persahabatan. Warna-warna cinta.
Selalu ada hal-hal kecil
yang berarti menyelip diantara hari-hari indah itu. Ada beberapa kejadian aneh
yang seolah seperti terencana dengan sempurna.
•••
Masa-masa indah itu
berlalu begitu cepat hingga kini tiba saatnya menyiapkan ujian. Secepatnya
Cinta akan segera berlalu dari masa-masa SMA ini. Cinta melihat beberapa ruang
ujian telah disiapkan. Sekolah terlihat sepi karna hari ini hanya ada anak
kelas XII saja yang masuk untuk mengadakan doa bersama. Seusai sholat dan doa
bersama, Cinta, Nanda, Citra dan beberapa anak termasuk Anthoni masih duduk di
teras-teras kelas.
“Pulang yuk.” Ajak
Nanda dan Citra hampir bersamaan.
Cinta hanya menggeleng.
“Duluan aja.”
Mereka berlalu.
Tinggallah Cinta bersama beberapa anak termasuk Anthoni. Cinta kembali melihat
sekelilingnya dan rasanya begitu berat untuk segera meninggalkan tempat ini.
Meninggalkan masa-masa indah disini.
“Ta.” Anthoni mendekat
dan duduk disebelahnya. “Sudah siap kan? Good luck ya!” Anthoni menjabat
tangannya.
“Insyaallah. Sukses
juga ya buat kamu!” jawab Cinta singkat.
Percakapan singkat itu
tak pernah terlupa. Ucapan itu seperti energi yang membuat Cinta sedemikian
semangatnya untuk ujian. Setiap pagi sebelum masuk ruang ujian tak pernah lupa
Anthoni sekedar menyapa dan mengajaknya berdoa.
Kelulusan pun tiba. Cinta
lulus dengan nilai yang baik. Hari itu Cinta sengaja mencari Anthoni sekedar
ingin tahu kabar kelulusannya tapi tak kutemukan ia disana.
•••
Cinta merasakan guguran
sakura mulai menghujaniku seiring gerimis yang berjatuhan sore ini. Tujuh tahun
lebih sejak saat itu dan Cinta tak pernah bertemu atau sekedar melihatnya lagi.
Masa yang begitu sulit untuk ia lewati. Cinta yang tak terbiasa untuk tidak
melihatnya. Dia begitu jauh kini. Namun entah kenapa Cinta tak pernah bisa
benar-benar melupakannya. Anthoni tak pernah tergantikan, meski ia tak pernah
tahu. Anthoni masih ada disini, dalam hatinya, meski ia tak pernah merasa.
Bahkan Anthoni selalu datang secara tiba-tiba dalam mimpinya, meski ia tak
menyadari itu. Dan hari ini bahkan ia tiba-tiba mengirim pesan singkat ini pada
Cinta. Seolah mengajaknya untuk menoleh pada tujuh tahun yang lalu. Entahlah
apa yang harus ia lakukan. Cinta hanya bisa memandangi deretan huruf itu
dilayar handphone-nya. Memaknai
setiap rasa yang mulai mengendap-endap memasuki hatinya lagi.
“Akankah selamanya kau
menggangguku seperti ini Anthoni? Kau dan aku takkan pernah bersatu jika kita
tak kembali pada satu rasa yang sama.”
•••